Popular Post

Recent post

Mampukah Kita Bertahan Hidup di Planet Mars?
The Martian. Kredit: 20th Century Fox
SpaceNesia - Mampukah Kita Bertahan Hidup di Mars?. Dekade terakhir ini, Mars selalu menjadi bahan perbincangan para astronom, terutama yang memiliki misi untuk mendarat di sana. Seperti NASA misalnya, yang ingin mengirim manusia ke Planet Merah pada tahun 2030. Ada pula SpaceX yang ingin tiba di sana lebih cepat, dengan rencana mendaratkan manusia pada 2024.

Mars juga menjadi tema favorit di Hollywood, katakanlah ada film seperti The Martian dan Life, yang mengeksplorasi apa yang mungkin kita temukan setelah kita akhirnya mencapai planet tetangga kita. Tetapi, kebanyakan dari mereka tidak menjawab pertanyaan terbesar: begitu kita sampai di sana, bagaimana kita akan bertahan hidup untuk jangka panjang?

Sembilan puluh lima persen atmosfer Mars adalah karbon dioksida, permukaan planet tersebut juga terlalu dingin untuk menopang kehidupan manusia, dan gravitasinya bahkan hanya 38% dari gravitasi Bumi. Hal-hal itu membuat permukaan Mars menjadi begitu ekstrem. Bagaimana NASA akan sampai di sana? Bagaimana kita bisa bertahan melawan lingkungan Mars yang tak ramah itu?

Belajar Cara Mendarat

Bepergian ke Mars hanyalah bagian pertama dari perjalanan. Butuh paling cepat 260 hari dari Bumi ke Mars. Lalu, setelah kita sampai di sana, tantangan selanjutnya adalah: mendarat di permukaan planet dengan aman.

Apa jenis sistem pendaratan yang bisa membuat para astronot Mars nantinya aman untuk mendarat dan update lokasi di media sosial?

Sejak tahun 2007, para ilmuwan pernah mempertimbangkan empat kemungkinan solusi untuk mendaratkan astronot ke permukaan Mars. Ide pertama adalah Sistem Pendaratan Berkaki. Dalam sistem ini, kendaraan pengangkut para astronot akan dilengkapi kaki-kaki penahan, yang mana bisa digunakan untuk mendarat maupun untuk kembali lepas landas.

Kedua, Sistem SLS, atau Sistem Pendaratan Bertali. Sistem ini akan menggunakan alat semacam drone raksasa untuk menurunkan kendaraan berawak dan peralatan lain ke permukaan Mars secara perlahan. Sistem SLS ini pun bisa digunakan untuk lepas lantas kembali.

Solusi ketiga yang dibahas adalah Sistem Pendaratan Berkantong Udara, yang mana sistem ini akan memanfaatkan kantong udara untuk mendaratkan kendaraan berawak. Namun, sistem yang satu ini bukan pilihan terbaik untuk misi berawak karena terlalu berisiko.

Dan solusi pendaratan terakhir adalah, Sistem Pendaratan Sensorik, yakni sistem pendaratan yang memanfaatkan teknologi untuk mencari lokasi pendaratan ideal (seperti permukaan yang lembut atau area lapangan yang luas tanpa tebing) sebelum akhirnya melakukan pendaratan.

Dari keempat solusi ini, beberapa sudah sempat diuji coba di Bumi, walau belum pernah ada uji coba dengan langsung misi berawak. Hasil uji coba menyatakan bahwa sistem pendaratan berkaki dan sistem pendaratan bertali adalah yang paling aman untuk manusia.

Nah, setelah kita berhasil mendarat Mars, apa yang terjadi selanjutnya?

Membangun Habitat

Tidak mungkin astronot yang mendarat di Mars akan tinggal di kapal antariksanya selamanya, mereka akan perlu habitat atau tempat tinggal permanen di sana.

Sejauh ini, NASA sudah mempertimbangkan tempat tinggal seperti apa yang kita perlukan untuk bertahan hidup di permukaan Mars. Setidaknya, ada enam perusahaan swasta yang ditugaskan untuk mulai merancang prototipe habitat sejak tahun 2016.

Semua habitat ini kemungkinan akan memiliki beberapa kesamaan: mereka harus mandiri, tertutup terhadap atmosfer tipis Mars, dan mampu mendukung kehidupan untuk waktu yang lama tanpa dukungan dari Bumi.

Kesamaan lainnya adalah, habitat-habitat ini rupanya mengadopsi Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). ISS dianggap telah benar-benar mengajarkan kita mengenai seperti apa habitat yang baik bagi manusia luar angkasa. ISS memiliki lingkungan dan sistem pendukung kehidupan, sistem daya, dan hal-hal yang diperlukan manusia lainnya.

Fiksi ilmiah juga melakukan pekerjaan hebat yang membantu para ilmuwan untuk membayangkan dan mendesain seperti apa misi Mars di masa depan ini nantinya, seperti film The Martian yang telah menggambarkan jenis habitat yang kini sedang benar-benar dikembangkan oleh NASA.

Mampukah Kita Bertahan Hidup di Planet Mars?
Daun buatan. Kredit: Universitas Teknologi Eindhoven

Bawa Makanan atau Menanamnya?

Membawa banyak makanan dari Bumi akan menambah beban kendaraan yang akan digunakan untuk pergi ke Mars. Jadi, solusinya adalah: para astronot akan menanam makanannya sendiri.

Menjaga persediaan makanan dan obat-obatan di Mars adalah cara terbaik untuk membuat habitat menjadi lebih mandiri tanpa dukungan dari Bumi. Tetapi, dengan atmosfer Mars yang tipis dan kurang banyaknya sinar Matahari di sana, menanam jenis sayuran apapun bisa jadi lebih sulit.

Untungnya, kita bisa memanfaatkan teknologi. Muncullah sebuah ide brilian dari para ilmuwan: membuat daun buatan. Daun buatan ini bisa dikonsumsi, dirancang untuk bisa tumbuh dalam kondisi yang ekstrem seperti di Mars.

Daun-daun ini, yang terbuat dari karet silikon, hanya butuh sedikit sinar Matahari dan mengubahnya menjadi tenaga yang cukup untuk bahan-bahan yang diperlukan reaksi kimia untuk membuat obat dan senyawa lainnya.

Menanam kentang di dalam habitat juga rupanya bisa dilakukan. Alih-alih terkena radiasi Mars yang ekstrem, kentang yang ditanam di dalam habitat bisa lebih terlindungi. Tingkat karbon dioksida yang tinggi di Mars juga akan menguntungkan tanaman kentang, dengan hasil produksi yang bisa meningkat dua hingga empat kali lipat jika dibandingkan dengan menanamnya di Bumi.

Bila kamu ingin jadi astronot Mars tapi tidak suka kentang, mulailah mencicipinya hari ini~

Tinggal Menunggu Waktu

Mars telah sukses membuat imajinasi manusia begitu liar untuk mengeksplokrasinya selama beberapa dekade terakhir ini. NASA sendiri bukan satu-satunya yang bersiap menuju Mars, sebab badan-badan pemerintah negara lain dan bahkan perusahaan-perusahaan antariksa swasta lain sudah memiliki rencana mereka sendiri untuk menuju Planet Merah.

Semoga planet Mars hanya merupakan langkah pertama kita menuju eksplorasi alam semesta. Gravitasi Mars yang rendah merupakan media sempurna untuk membangun dan meluncurkan kendaraan luar angkasa untuk misi-misi selanjutnya ke planet-planet lain.

Satu-satunya yang menghambat misi manusia menjelajahi Mars dan tata surya saat ini adalah: teknologi. Teknologi adalah titik lemah dari misi saat ini. Kita mungkin sudah memiliki cara untuk sampai ke Mars, tapi belum ada teknologi yang bisa mendukungnya.

Hanya waktu yang bisa menjawab.

Sumber : http://www.infoastronomy.org/2018/07/mendarat-dan-bertahan-hidup-di-mars.html
 Seperti Apa Bentuk Lubang Hitam?
Gargantua, ilustrasi lubang hitam paling mirip yang sebenarnya. Kredit: Wikimedia Commons
SpaceNesia -  Seperti Apa Bentuk Lubang Hitam?, Lubang hitam sering disalahartikan sebagai lubang dalam pengertian sebenarnya. Padahal, hal tersebut rupanya keliru. Ia benar-benar bukanlah lubang. Di artikel ini, saya akan coba menjelaskannya sedikit.

Banyak dari kita mungkin pernah melihat banyak ilustrasi standar dari lubang hitam di Internet; lubang hitam digambarkan sebagai cakram akresi raksasa yang terdiri atas material debu dan batuan antariksa yang di tengahnya gelap.

Ilustrasi seperti itu memang menarik, tetapi sayangnya belum cukup atau bahkan masih gagal untuk menggambarkan bagaimana bentuk fisik yang kompleks dari lubang hitam yang sebenarnya. Sebab, ketika dilihat melalui teleskop di kehidupan nyata, kemungkinan monster kosmis ini punya bentuk yang aneh.

Bagaimana Lubang Hitam Terbentuk?

Setidaknya, ada beberapa jenis lubang hitam yang diketahui di alam semesta, yakni lubang hitam supermasif, lubang hitam bermasa bintang, dan lubang hitam bermassa menengah (terlalu kecil untuk disebut supermasif, tapi terlalu besar untuk disebut bermassa bintang).

Lubang hitam bermassa bintang terbentuk dari bintang-bintang masif yang massa awalnya dimulai dengan lebih dari 20 atau 25 kali dari Matahari. Ketika bintang-bintang ini mengakhiri hidup mereka dalam ledakan supernova, inti mereka runtuh ke dalam gravitasinya sendiri.

Runtuhnya bintang tersebut akan terkandung dalam radius Schwarzschild, atau horison peristiwa, batas di mana segala material, termasuk cahaya, tidak dapat melarikan diri dari tarikan gravitasi ekstrem lubang hitam. Pada titik ini, lubang hitam dengan massa bintang terbentuk.

Lubang hitam supermasif, sementara itu, terbentuk dengan cara berbeda. Menurut teori, kemungkinan besar lubang hitam jenis ini terbentuk dari penggabungan banyak lubang hitam yang lebih kecil di awal sejarah alam semesta, dan tumbuh selama bertahun-tahun sambil melahap apa pun di dekatnya.

Lubang Hitam Berbentuk Bulat

Sama seperti kelereng, bola kasti, planet, dan bahkan bintang, lubang hitam faktanya berbentuk bulat. Kita bahkan bisa mengitarinya, asalkan masih berada di luar horison peristiwa.

Dengan kata lain, lubang hitam sebenarnya merupakan sebuah bola gelap yang memiliki kepadatan yang tak terhingga, atau yang disebut sebagai singularitas, sehingga tampaknya keliru bila kita menganggap bahwa lubang hitam merupakan lubang dalam artian sebenarnya.

Lalu, dari mana asal sebutan "lubang hitam" ini muncul? Adalah fisikawan John Wheeler (1911-2008) yang pertama kali menggunakan istilah tersebut untuk menyebut objek eksotis ini pada tahun 1967. Sebelum istilah itu populer, objek eksotis ini dikenal sebagai "bintang gelap" atau kadang-kadang "bintang beku".

Visualisasi Lubang Hitam

Ilmuwan pertama yang secara akurat memvisualisasikan lubang hitam adalah astrofisikawan asal Prancis bernama Jean-Pierre Luminet. Menurut tulisan di blog Nature, pada tahun 1978, Luminet menggunakan kartu IBM untuk mencari tahu bentuk lubang hitam.

Hemm~ Bagaimana caranya?

Pada masa itu, Jean-Pierre Luminet tidak memiliki superkomputer ketika ia menunjukkan kepada dunia seperti apa bentuk lubang hitam sebenarnya. Ia hanya tahu dari teori bahwa lubang hitam tidak memancarkan cahaya.

Ia juga tahu bahwa material di sekitar lubang hitam akan mengitari sang monster kosmis tersebut. Cahaya dari material yang berasal dari debu dan gas bintang-bintang itu, pikir Luminet, akan bisa merefleksikan bentuk lubang hitam, termasuk membentuk lengkungan dalam ruang-waktu berkat gravitasi lubang hitam yang ekstrem.

Jadi, alih-alih mencari tahu bentuk lubang hitam, Luminet mengandalkan material di sekitar lubang hitam tadi untuk mengetahui bentuk lubang hitam secara tidak langsung.

Dengan modal IBM 7040, Luminet menggunakan program komputer untuk mengalkulasikan keberadaan lubang hitam. Kemudian dengan menggunakan punch card, hasil dari kalkulasi program komputer tadi "diterjemahkan" menjadi sebuah gambar titik-titik hitam kecil yang berbentuk asimetris.

Seperti inilah visualisasi lubang hitam ala Luminet:

Visualisasi lubang hitam paling akurat. Kredit: Jean-Pierre Luminet
Tampak familiar? Ya, untukmu yang pernah menonton film Interstellar (2014), kamu mungkin tahu adanya objek bernama gargantua pada salah satu adegan di film tersebut. Itu merupakan lubang hitam supermasif dengan penggambaran paling akurat dalam sebuah film, lho~

Menariknya, visualisasi dari Luminet menggambarkan dua fenomena penting yang tidak terlihat di dalam film Interstellar. Pertama adalah, energi dan cahaya tampak lebih kuat di dekat tepi lubang hitam.

Dan yang kedua adalah efek Doppler dan efek Einstein, yang mempengaruhi rotasi cakram akresi, serta membuat cahaya cakram akresi ini tampak lebih terang di satu sisi, tergantung pada arah putaran. Dalam visualisasi Luminet, cakram akresi berputar berlawanan arah jarum jam, sehingga cahayanya lebih terang di sebelah kiri.

Nah, jadi jangan sampai salah sangka lagi mengenai lubang hitam ya, apa lagi menganggap lubang hitam sebagai vacuum cleaner. Sebab, ia hanya melahap segala materi yang berada di dalam horison peristiwanya, bukan segala materi di alam semesta.

Sumber : http://www.infoastronomy.org/2018/06/seperti-apa-bentuk-lubang-hitam.html

Seperti Apa Bentuk Lubang Hitam?

Perbedaan Antara Komet, Asteroid, dan Meteor
Komet Hale-bopp yang muncul pada tahun 1997
SpaceNesia - Tahukah kamu perbedaan antara komet, asteroid, dan meteor? Walaupun ketiganya sering dikelompokkan bersama karena pada dasarnya mereka adalah potongan batuan atau es kecil yang bukan merupakan bagian dari planet besar, ketiganya juga memiliki perbedaan, lho!

Mari kita mulai dari komet...

Benda langit yang satu ini sering dijuluki sebagai "bola salju kotor", hal ini disebabkan karena komet terdiri dari kumpulan es dan debu yang membeku, mirip seperti salju namun kotor karena berdebu. Ketika mendekati Matahari, sebagian bahan penyusun komet menguap membentuk kepala gas dan ekor. Panjang ekor komet dapat mencapai jutaan kilometer.

Komet sendiri berasal dari daerah bernama Awan Oort yang terletak di sisi luar sistem tata surya kita. Awan Oort berisi triliunan komet. Gangguan gravitasi dari bintang lain di sekitar Matahari dapat mengganggu keseimbangan awan ini dan mengirimkan beberapa komet secara acak menuju Matahari.

Inti komet terletak di pusatnya, terbuat dari gas serta debu batuan dan merupakan benda padat yang stabil. Pada saat komet mendekati Matahari setelah terlontar dari Awan Oort, sebagian material pada inti komet tersebut akan terlempar dari permukaan inti komet.

Hal tersebut akhirnya membentuk ekor debu. Namun, selain ekor debu dari lontaran material, ada pula ekor ion, yang panjangnya dapat mencapai 100 juta kilometer. Ekor ion terbentuk dari proses ionisasi gas pada saat komet berinteraksi dengan angin matahari; dan ekor komet selalu menjauhi Matahari.

Itu disebabkan oleh angin matahari menerpa awan gas yang melingkupi komet. Ketika komet mendekati Matahari, ekornya terbentang ke arah berlawanan dari Matahari.

Perbedaan Antara Komet, Asteroid, dan Meteor
Bagian-bagian komet. Kredit: Wikimedia Commons
Selanjutnya, mari kita bahas tentang asteroid. Asteroid merupakan objek langit yang berukuran lebih kecil daripada planet, tetapi lebih besar daripada meteoroid. Kenampakan visual asteroid sangat berbeda dengan komet. Perbedaan paling mencolok antara keduanya adalah, komet memiliki ekor, sementara asteroid tidak.

Setidaknya, asteroid dibagi dalam empat klasifikasi berdasarkan material penyusun dan letaknya. Yang pertama adalah asteroid kelas C, asteroid yang diketahui berada di luar orbit Bumi, dikenal juga sebagai asteroid Apollo. Cirinya adalah, ia berwarna gelap dan material penyusun utamanya adalah karbon.

Ada pula asteroid kelas D, asteroid yang juga dikenal sebagai asteroid Troya, cirinya juga berwarna gelap serta juga tersusun terutama oleh karbon. Bedanya, asteroid kelas ini merupakan kelompok asteroid yang letaknya bersebelahan dengan orbit planet. Mars, Jupiter, dan Neptunus memiliki asteroid Troya dalam orbitnya.

Kelas asteroid selanjutnya adalah kelas S, atau juga dikenal sebagai asteroid Aten. Asteroid ini memiliki orbit yang berada di dalam orbit Bumi. Berbeda dengan asteroid Apollo dan Troya, asteroid Aten sebagian besar material penyusunnya terdiri batuan dan besi.

Terakhir, ada asteroid kelas V, jenis asteroid yang memiliki orbit paling jauh, yakni berada di antara orbit Jupiter dan Uranus. Asteroid jenis ini tersusun dari batuan beku.

Asteroid yang pertama kali ditemukan dalam sejarah astronomi adalah Ceres pada tahun 1801 oleh astronom Giuseppe Piazzi. Pada awalnya, Ceres dipertimbangkan sebagai planet baru. Penemuan ini lantas diikuti dengan penemuan objek-objek lainnya yang serupa Ceres, yang dengan peralatan saat itu terlihat sebagai titik-titik cahaya mirip bintang.

Hal itu pun mendorong astronom Sir William Herschel untuk mengusulkan istilah "asteroid", yang berasal dari bahasa Yunani, ἀστεροειδής (baca: asteroeidēs) yang berarti "mirip bintang" atau "berbentuk seperti bintang". ἀστήρ (baca: astēr) dalam bahasa Yunani kuno artinya "bintang".

Perbedaan Antara Komet, Asteroid, dan Meteor
Perbandingan antara asteroid Vesta, asteroid Ceres, dengan Pluto dan satelit alaminya (Charon). Kredit: IBX
Nah, bila sudah mengetahui tentang komet dan asteroid, kita bisa lebih mudah memahami apa itu meteor. Sebab, meteor ternyata berhubungan erat dengan komet dan asteroid. Singkatnya, meteor merupakan partikel debu dari luar angkasa yang terbakar saat memasuki atmosfer Bumi.

Lalu, dari mana asal partikel debu ini? Jawabannya: bisa dari komet dan bisa pula dari asteroid! Sebuah benda langit baru bisa disebut sebagai meteor bila ia memasuki atmosfer Bumi. Selama ia masih berada di luar atmosfer Bumi, maka objek-objek partikel debu ini disebut sebagai meteoroid.

Persatuan Astronomi Internasional pada sidang umum IX pada 1961 mendefinisikan meteoroid sebagai berikut: "Sebuah benda padat yang berada/bergerak dalam ruang antarplanet, dengan ukuran lebih kecil daripada asteroid dan lebih besar daripada sebuah atom atau molekul".

Ketika memasuki atmosfer sebuah planet, meteoroid akan terpanaskan dan akan menguap sebagian atau seluruhnya. Gas-gas di sepanjang lintasannya akan terionisasi dan bercahaya. Jejak dari gas bercahaya inilah yang disebut sebagai meteor, atau "bintang jatuh". Jika sebagian meteoroid ini mencapai tanah, maka akan disebut sebagai meteorit.

Meteoroid sendiri merupakan partikel kecil yang terlepas dari komet ataupun asteroid. Jadi, selama perjalanannya mengelilingi Matahari, komet dan asteroid dapat meninggalkan sisa-sisa debu (disebut sebagai debris) di sepanjang jalur orbitnya. Ketika Bumi melintasi bekas jalur orbit komet atau asteroid yang berisi jutaan debris tersebut, maka debris tadi akan tertarik gravitasi Bumi lalu masuk ke atmosfer.

Meteoroid dapat memasuki atmosfer Bummi dengan kecepatan sekitar 70 kilometer per detik, membuatnya hanya muncul beberapa detik lalu kemudian menghilang begitu saja. Tataplah langit malam yang cerah pada malam hari, bila beruntung kamu akan melihat lesatan meteor.

Perbedaan Antara Komet, Asteroid, dan Meteor
Hujan meteor di langit Turki. Kredit: Tuc Tezel 
Nah, jadi itulah perbedaan antara komet, asteroid, dan meteor. Jangan sampai kebolak-balik lagi, ya. Sampai di sini, kamu sudah bisa kan menjelaskan perbedaan ketiganya bila teman atau anak (bila sudah punya anak) bertanya? Selamat menjadi astronom!

Sumber : http://www.infoastronomy.org/2017/10/mengenal-perbedaan-komet-asteroid-dan-meteor.html
Ilustrasi perbandingan Matahari dengan bintang raksasa merah. Kredit: Wikimedia Commons
Ilustrasi perbandingan Matahari dengan bintang raksasa merah. Kredit: Wikimedia Commons
SpaceNesia - Sejak awal sejarah manusia, kita telah memahami bahwa Matahari adalah bagian sentral dari kehidupan yang kita kenal. Seiring pemahaman kita terhadap Matahari bertambah, kita jadi tahu bahwa Matahari telah lama ada jauh sebelum eksistensi manusia, dan tidak akan selamanya ada.

Setelah terbentuk sekitar 4,6 miliar tahun lalu, Matahari kita telah memulai kehidupannya sekitar 40 juta tahun sebelum Bumi kita terbentuk. Nantinya, Matahari kini tidak akan selamanya bertahan, ia akan berevolusi.

Saat ini, Matahari sendiri masih berada di tahap bintang Deret Utama, jenis bintang di mana fusi nuklir di intinya menyebabkannya memancarkan energi dan cahaya, membuat kita di Bumi mendapatkan energi yang lebih dari cukup.

Namun, Matahari takkan selamanya di tahap ini. Fase Deret Utama Matahari hanya akan berlangsung selama 4,5 sampai 5,5 miliar tahun lagi. Setelah itu, Matahari akan kehabisan pasokan hidrogen dan heliumnya, sehingga bakal mengalami beberapa perubahan serius. Dengan asumsi umat manusia masih hidup dan masih tinggal di Bumi, manusia masa depan jelas harus meninggalkan planet ini.

Sebab, perubahan serius yang akan terjadi pada Matahari adalah, lapisan terluar Matahari akan mengembang.

Pengembangan ini akan dimulai setelah semua hidrogen habis dalam inti Matahari, dan helium yang telah terbentuk di sana menjadi tidak stabil sehingga ambruk di bawah beratnya sendiri. Hal ini akan menyebabkan inti Matahari memanas dan menjadi lebih padat, menyebabkan Matahari bertumbuh besar.

Diperkirakan, mengembangnya Matahari menjadi bintang raksasa merah akan tumbuh cukup besar untuk mencakup orbit Merkurius, Venus, dan bahkan Bumi. Bahkan jika Bumi bisa bertahan dari mengembangnya Matahari, jaraknya nanti akan terlalu dekat sehingga suhunya akan sangat panas, membuatnya benar-benar mustahil bagi kehidupan untuk bertahan hidup.

Namun, para astronom juga mencatat bahwa ketika Matahari mengembang, orbit planet kemungkinan akan berubah juga.

Ketika Matahari mencapai tahap akhir dalam evolusi kehidupannya ini, ia akan kehilangan sejumlah besar massa karena terus-menerus melontarkan angin bintang yang kuat. Ketika ia tumbuh besar, ia kehilangan massa, menyebabkan orbit planet-planet berubah.

Jadi, pertanyaannya adalah, apakah ketika Matahari yang berevolusi menjadi raksasa merah akan mendorong orbit planet-planet untuk bergerak ke luar, atau akankah Bumi (dan mungkin bahkan Venus) akan dikonsumsi Matahari?

K.-P Schroder dan Robert Cannon Smith adalah dua peneliti yang telah menjawab pertanyaan ini. Dalam makalah penelitiannya, mereka menjalankan perhitungan dengan model evolusi bintang yang paling mutakhir.

Menurut Schroder dan Smith, ketika Matahari menjadi bintang raksasa merah dalam 7,59 miliar tahun mendatang, ia akan mulai kehilangan massa dengan cepat. Pada saat mencapai radius terbesar, sekitar 256 kali ukurannya saat ini, massanya akan menurun menjadi hanya 67% dari massa saat ini. Ketika Matahari mulai berkembang, ia akan menyapu tata surya bagian dalam hanya dalam 5 juta tahun.

Bagaimana dengan Bumi? Rupanya, ada kabar baik dan kabar buruk untuk pertanyaan ini. Kabar buruknya, menurut Schroder dan Smith, Bumi tidak akan bertahan dari evolusi Matahari. Meskipun Bumi akan menjauh orbitnya sekitar 50% saat Matahari mengembang, planet kita tetap tidak akan mendapatkan kesempatan. Matahari yang semakin meluas akan menelan Bumi sesaat sebelum mencapai ujung fase raksasa merah.

Begitu berada di dalam atmosfer Matahari, Bumi akan berbenturan dengan partikel-partikel gas. Orbitnya akan oleng, dan akan berputar ke dalam Matahari. Jika Bumi sedikit lebih jauh dari Matahari daripada orbitnya sekarang, yakni sekitar 1,15 AU, kemungkinan masih akan mampu bertahan. Tapi nyatanya tidak.

Dan sekarang untuk kabar baiknya, jauh sebelum Matahari memasuki fase raksasa merah, zona laik huni (seperti yang kita tahu sekarang) akan hilang. Astronom memperkirakan bahwa zona ini akan meluas melewati orbit Bumi dalam sekitar satu miliar tahun mendatang.

Matahari yang semakin panas akan menguapkan lautan Bumi, dan kemudian radiasi Matahari akan meledakkan radiasi hidrogen ke segala penjuru ruang. Bumi tidak akan pernah memiliki lautan lagi, dan akhirnya akan menjadi kering.

Tunggu, ini kabar baik? Hemm, ya~

Ya, itu kabar baik. Sisi positifnya adalah, kita jadi tahu bagaimana masa depan Bumi nantinya, sehingga bisa mempersiapkan untuk meninggalkan planet rumah kita sebelum ia ditelan oleh Matahari.

Ketika Matahari menjadi raksasa merah, zona layak huni baru diperkirakan akan membentang dari jarak 49,4 AU ke 71,4 AU (1 AU = 150 juta km). Yang berarti dunia yang sebelumnya dingin, seperti objek trans-Neptunus, akan mencair dan menghangat. Sehingga air dalam bentuk cair akan hadir di Pluto.

Mungkin planet kerdil Eris akan menjadi planet rumah baru kita, sementara planet kerdil Pluto akan menjadi Venus baru, dan Haumeau, Makemake, dan sisanya akan menjadi "tata surya" bagian luar. Tapi, apakah manusia memang masih tinggal di tata surya dalam miliaran tahun mendatang? Atau sudah menjadi peradaban penjelajah galaksi?

Sumber : http://www.infoastronomy.org/2018/06/menanti-matahari-berevolusi-menjadi-raksasa-merah.html
Ilustrasi lubang hitam. Kredit: Wikimedia Commons
SpaceNesia- Apa itu lubang hitam? Banyak yang berpikir bahwa lubang hitam adalah penyedot segala materi di alam semesta bagaikan pembersih debu. Padahal hal itu keliru, lubang hitam adalah objek yang biasa-biasa saja, mereka juga menggunakan gravitasi dengan cara yang sama dengan objek-objek lainnya.

Alih-alih seperti penyedot debu, lubang hitam merupakan sebuah objek di alam semesta yang begitu masif dan padat, sehingga apapun yang terperangkap dalam tarikan gravitasinya yang kuat tidak akan dapat melarikan diri darinya.

Lubang hitam adalah bagian yang menakjubkan dari alam semesta kita. Di artikel ini, saya akan coba jabarkan tentang apa yang telah manusia pahami sejauh ini tentang lubang hitam.

Kelahiran

Di alam semesta, ada yang dikenal sebagai lubang hitam bermassa bintang, yakni lubang hitam yang memulai hidupnya setelah kematian sebuah bintang masif. Ya, lubang hitam jenis ini lahir ketika bintang yang setidaknya memiliki massa 10 kali lebih besar daripada Matahari kita kehabisan bahan bakar karena telah menyatukan hidrogen menjadi helium, dan helium menjadi elemen lain, sampai menghabiskan karbonnya, oksigennya, dan besi di intinya.

Dengan sisa logam berat di inti bintang ini, serta tidak ada yang tersisa untuk disatukan, maka bintang tersebut mencapai akhir masa hidupnya. Ia akan meledak dalam supernova yang dahsyat, melontarkan lapisan terluarnya ke segala arah, sementara intinya runtuh ke dalam dirinya sendiri akibat tak mampu menahan gravitasinya.

Yang menarik, jika ada sisa inti bintang yang runtuh ini memiliki cukup massa — sekitar tiga kali massa Matahari — maka akan menjadi lubang hitam, yang disebut sebagai lubang hitam bermassa bintang tadi.

Hubungan antara kelahiran lubang hitam dan kematian bintang masif yang membentuknya adalah kejadian yang cukup umum di alam semesta. Bintang dan lubang hitam saling terjalin erat, terutama di wilayah alam semesta di mana tingkat pembentukan bintang terjadi pada kecepatan yang ekstrem.

“Sebenarnya sangat umum untuk menemukan bintang mati di tempat di mana bintang-bintang baru terbentuk, karena yang paling masif tidak hidup lama. Mereka cepat berevolusi,” kata Bentz, astronom dari Universitas Georgia, AS. “Masa hidup sebuah bintang tergantung pada massanya. Bintang paling masif hidup jauh lebih pendek karena mereka melakukan fusi termonuklir dengan sangat cepat.”

Namun, lubang hitam bermassa bintang bukanlah satu-satunya jenis lubang hitam di alam semesta. Ada yang lebih aneh lagi: lubang hitam supermasif, moster kosmis raksasa yang asal-usulnya belum diketahui dengan jelas oleh para astronom. Si supermasif ini diketahui berada di pusat-pusat tiap galaksi, termasuk galaksi kita, dan tampaknya memiliki cara pembentukan yang sedikit berbeda daripada lubang hitam bermassa bintang.

Diperkirakan pula, lubang hitam supermasif bisa memiliki massa satu juta hingga satu miliar kali massa Matahari. Namun, yang membingungkan, menurut sebuah penelitian lubang hitam supermasif ini tidak langsung besar saat terbentuk, tapi dimulai dari lubang hitam kecil. Pertanyaannya kini adalah, bagaimana mereka bisa terbentuk dan akhirnya bisa sebesar itu?

Lubang hitam supermasif pernah diketahui berada pada jarak sekitar 13 miliar tahun cahaya dari Bumi. Pada titik itu, alam semesta masih sangat muda, tetapi lubang hitam supermasif dengan massa yang luar biasa besar sudah terbentuk. Apa pemicu pembentukannya? Bintang atau lubang hitam yang lebih dulu muncul?

“Masalah ini sedikit mirip seperti ayam atau telur yang lebih dulu muncul,” kata Bentz. “Di alam semesta awal, lubang hitam supermasif mungkin terbentuk langsung dari keruntuhan daerah padat materi. Ketika materi di suatu daerah itu mulai runtuh oleh gravitasinya, maka kemudian terus ambruk menjadi lubang hitam supermasif, bukan membentuk bintang.”

Teori lainnya mengenai pembentukan lubang hitam supermasif menyatakan bahwa, kemungkinan lubang hitam supermasif ini terbentuk di galaksi-galaksi alam semesta awal, yakni dari bergabungnya lubang hitam yang lebih kecil menjadi satu hingga akhirnya menjadi sangat besar.

Kini, para astronom sendiri masih mencoba untuk mencari tahu bagaimana lubang hitam supermasif pertama terbentuk dari gas dan debu panas alam semesta awal. Biasanya, ketika materi seperti itu runtuh bersama, ia membentuk bintang. Jadi mungkin ada sesuatu yang berbeda mengenai kimiawi alam semesta awal yang memicu pembentukan lubang hitam awal.

Ilustrasi lubang hitam. Kredit: Wikimedia Commons

Bertumbuh

Karena mengalami proses kelahiran, itu artinya lubang hitam juga mengalami proses berumbuh. Dengan kata lain, massa yang dimiliki lubang hitam tidak hanya tetap pada ukuran yang sama selamanya. Mereka bisa tumbuh dengan melahap material di dekatnya.

“Tidak masalah apapun yang dilahap lubang hitam, itulah salah satu cara lubang hitam tumbuh di alam semesta.” Bentz mengatakan. Material yang dilahap lubang hitam akan jatuh seperti saluran air di bak mandi: ia berputar dan masuk ke saluran pembuangan.

Tapi, walaupun melahap material di sekitarnya adalah cara yang paling efisien untuk bertumbuh, lubang hitam tidak menutup dirinya untuk mengalami merger dengan lubang hitam lain. Sebab, merger antara dua atau lebih lubang hitam akan menambah massa mereka, bersatu menjadi lubang hitam yang lebih besar lagi.

Kematian

Segala yang lahir, pasti akan mati, begitupun lubang hitam~

Berapa besar pun ukurannya, lubang hitam pasti melewati fase-fase tertentu dalam hidupnya — terbentuk dan tumbuh. Tapi bisakah mereka mati? Mendiang Profesor Stephen Hawking berpikir bahwa itu mungkin saja terjadi, melalui mekanisme fisika yang sekarang dikenal sebagai radiasi Hawking.

Radiasi Hawking sendiri adalah radiasi yang dilepaskan oleh lubang hitam akibat efek kuantum di dekat horizon peristiwanya. Dikatakan bahwa menurut prinsip ketidakpastian mekanika kuantum, lubang hitam yang berotasi seharusnya menghasilkan dan mengeluarkan partikel. Radiasi Hawking mengurangi massa dan energi lubang hitam, sehingga lubang hitam bakal kehilangan lebih banyak massa dari yang diterima, lalu akan mengecil dan akhirnya menghilang (mati).

Namun, proses kematian lubang hitam berlangsung sangat lama. Tidak ada cukup waktu di alam semesta untuk kita melihat lubang hitam mati. Bahkan jika kamu harus membuat satu lubang hitam di awal alam semesta, maka butuh waktu 10^54 tahun sebelum lubang hitam itu mati.

Pertanyaan yang Belum Terjawab~

Faktanya, masih banyak yang kita tidak tahu tentang lubang hitam secara umum, itulah kerja para astronom; untuk mengisi kekosongan yang menganga dalam pemahaman kita mengenai monster kosmis raksasa ini.

Pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab tersebut adalah seperti bagaimana korelasi antara ukuran lubang hitam dengan sifat-sifat galaksi yang mereka huni. Ada pula pertanyaan tentang bagaimana lubang hitam berkembang dari waktu ke waktu, dan yang pada akhirnya pertanyaan tentang bagaimana peran lubang hitam dalam pengembangan alam semesta kita.

Lubang hitam begitu menarik, besar, dan masih sangat tidak dikenali. Tetapi ada satu hal yang pasti diketahui oleh para astronom: Mereka tidak berbahaya. Tidak ada lubang hitam yang terlalu dekat dengan kita, dan kita tidak perlu khawatir tentang mereka.

Lubang hitam memang objek yang ekstrem, tetapi mereka tidak menakutkan. Lubang hitam tidak akan melahap segala materi di alam semesta, melainkan hanya yang berada di jangkauan gravitasinya saja. Mereka hanya berbahaya jika kamu mendekatinya. Aku bukan lubang hitam, jadi izinkan aku mendekatimu~

Sumber : http://www.infoastronomy.org/2018/05/bisakah-lubang-hitam-mati.html

Bisakah Lubang Hitam Mati?

Apa Itu Objek Trans-Neptunus?
Ilustrasi. Kredit: universo-segreto
SpaceNesia - Apa Itu Objek Trans-Neptunus?, Tata surya kita tidak hanya terdiri atas planet-planet utama dari Merkurius hingga Neptunus, melainkan juga ada objek-objek lain yang dikenal sebagai Objek Trans-Neptunus. Sudah tahukah kamu mengenai objek-objek ini?

Objek Trans-Neptunus (atau disingkat OTN) adalah kumpulan dari planet-planet kerdil di tata surya kita yang mengorbit Matahari pada jarak rata-rata (sumbu semi-mayor) lebih besar daripada Neptunus, yakni lebih dari 30 AU.

Setidaknya, saat ini diketahui ada total dua belas planet kerdil yang termasuk dalam OTN dengan sumbu semi-mayor lebih besar dari 150 AU dan perihelion yang lebih besar dari 30 AU.

OTN pertama yang ditemukan adalah Pluto pada tahun 1930. Diperlukan waktu hingga tahun 1992 untuk menemukan OTN kedua yang mengorbit Matahari secara langsung, yakni yang kini dikatalogkan sebagai 15760 Albion.

Baru pada Februari 2017, lebih dari 2.300 OTN ditemukan dan dikatalogkan secara resmi pada Daftar Objek Transneptunus oleh Minor Planet Center. Dari ribuan TNO ini, 2.000 di antaranya memiliki perihelion lebih jauh daripada Neptunus (30,1 AU).

Apa Itu Objek Trans-Neptunus?
OTN terbesar. Kredit: Wikimedia Commons
OTN yang paling masif yang diketahui saat ini adalah Eris, diikuti oleh Pluto, 2007 OR10, Makemake, Haumea, Sedna, Orcus, dan Quaoar, yang mana ilustrasi perbandingan ukurannya bisa kamu lihat pada gambar di atas.

Sejarah Penelitian

Seperti yang sudah disinggung sedikit di atas, OTN pertama yang ditemukan adalah Pluto. Orbit masing-masing planet di tata surya diketahui sedikit dipengaruhi oleh pengaruh gravitasi planet lain. Hal inilah yang sempat dianggap ganjil oleh para astronom terdahulu.

Sekitar awal tahun 1900-an, para astronom kala itu mengamati perbedaan yang signifikan antara orbit yang diamati dan yang diperkirakan pada orbit Uranus dan Neptunus, yang menunjukkan bahwa kemungkinan masih ada satu atau lebih planet tambahan di luar Neptunus.

Kecurigaan atas perbedaan orbit itu pun menghasilkan penemuan Pluto pada Februari 1930, yang menariknya ia berukuran terlalu kecil untuk menjelaskan perbedaan orbit dua planet raksasa es tersebut. Sehingga kemungkinan masih ada objek lain lagi selain Pluto.

Tapi sampai tahun 1990-an, hanya Pluto saja yang baru ditemukan. Hal itu disebabkan karena Pluto paling cukup terang dan lebih dekat ke Bumi dari semua OTN yang kini telah diketahui. Pluto juga memiliki jalur orbit yang tidak aneh-aneh bila dibandingkan dengan kebanyakan OTN lainnya.

Sumber : http://www.infoastronomy.org/2018/05/apa-itu-objek-trans-neptunus.html

Objek Trans-Neptunus

Fakta Menarik Galaksi Andromeda
Pemandangan Galaksi Andromedia, Kredit : Google
SpaceNesia - Galaksi Andromeda merupakan galaksi terdekat dari Bimasakti kita. Selain itu, masih ada banyak lagi fakta-fakta menarik tentangnya yang mungkin belum kamu ketahui. Penasaran? Mari disimak artikel berikut ini.

Ukurannya sama besar dengan Bimasakti

Pernah dianggap dua kali lebih besar dari galaksi Bimasakti, kini diketahui bahwa ukuran galaksi Andromeda sama besarnya dengan galaksi kita. Hal itu terungkap setelah penelitian yang dilakukan oleh International Centre for Radio Astronomy Research (ICRAR).

Secara khusus, studi yang dilakukan oleh ICRAR ini menunjukkan bahwa galaksi Andromeda memiliki massa sekitar 800 miliar kali lebih berat daripada massa Matahari, yang artinya, hal itu kira-kira sama beratnya dengan massa galaksi Bimasakti.

Namanya berasal dari nama rasi bintang

Mengapa disebut sebagai galaksi Andromeda? Jawabannya sederhana, karena galaksi ini berada di arah rasi bintang Andromeda. Rasi bintang ini dapat dilihat pada wilayah antara +90° hingga -40° garis lintang, dengan bintang paling terangnya adalah subraksasa biru panas yang disebut Alpheratz, terletak 97 tahun cahaya dan bersinar dengan magnitudo +2,06.

Galaksi ini, dalam katalog benda langit yang disusun oleh astronom Charles Messier, dikenal sebagai Messier 31 atau M31.

Fakta Menarik Galaksi Andromeda
Pemandangan The Horsehead Flame Nebula dilangit swis

Pernah dipercaya sebagai nebula

Sampai tahun 1920-an, para astronom berpikir bahwa galaksi Bimasakti merupakan seluruh alam semesta. Hal itu membuat kenampakan Andromeda di langit tidak diidentifikasi sebagai galaksi, melainkan nebula.

Ditambah lagi, pada masa itu belum ada teleskop yang terlalu kuat untuk bisa melihat galaksi Andomeda secara jelas. Bahkan pada teleskop di awal abad ke-20, Andromeda masih tampak bagaikana awan gas, yang juga masih dikenal sebagai nebula. M31 karenanya sempat disebut sebagai Nebula Andromeda.

Kenampakannya 6 kali lebih besar dari Bulan

Galaksi Andromeda paling baik diamati ketika kondisi atau suasana langit malam sangat gelap. Bila kurang gelap, galaksi tetangga ini hanya akan muncul bagaikan pita putih kecil yang redup.

Tetapi, bila diamati di kondisi langit yang bagus, mungkin akan mengejutkan sebagian besar orang ketika melihat bahwa galaksi Andromeda muncul enam kali lebih lebar daripada diameter sudut Bulan purnama di langit malam. Kenampakan galaksi Andromeda akan mencakup sekitar 20 derajat langit, atau setara dengan diameter sudut 40 Bulan purnama.

Diorbiti lebih dari 14 galaksi satelit

Sama seperti galaksi Bimasakti, galaksi Andromeda juga diorbiti oleh galaksi-galaksi kerdil sebagai galaksi satelitnya. Ada setidaknya 14 galaksi kerdil yang mengorbit galaksi Andromeda, dengan yang paling terang adalah M32 dan M110, keduanya terletak 2,65 juta tahun cahaya dari Bumi, dan bisa terlihat menggunakan teleskop kecil.

Yang menarik, mayoritas galaksi satelit Andromeda telah memiliki ukuran yang cukup besar, yakni bisa mencapai 30.000 tahun cahaya.

Akan mengalami merger dengan Bimasakti

Galaksi Andromeda akan bergabung dengan galaksi kita, Bimasakti, di masa yang akan datang. Saat ini, kedua galaksi diketahui mendekati satu sama lain dengan kecepatan antara 100 hingga 140 kilometer per detik.

Diperkirakan, dengan kecepatan ini, dalam waktu sekitar 4 miliar tahun ke depan kita akan menyaksikan kedua galaksi ini bergabung (tentunya kalau kita masih hidup). Penggabungan atau merger ini mungkin akan membuat Andromeda dan Bimasakti membentuk galaksi elips raksasa baru, yang dikenal sebagai Bimameda.

Nah, itulah beberapa fakta menarik mengenai galaksi Andromeda. Semoga bisa menambah wawasanmu.

Sumber : http://www.infoastronomy.org/2018/05/fakta-fakta-menarik-galaksi-andromeda.html

Fakta Menarik Galaksi Andromeda

- Copyright © ABA BLOG - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -